Gerak Progresif Fundamentalis
Dalam segi kuantitas, sebenarnya
tidak ada yang perlu dirisaukan tentang masa depan Islam di Indonesia. Dilihat
dari sensus penduduk yang menunjukkan bahwa
88% penduduk Indonesia adalah muslim, sebuah presentase yang tinggi. Ini
tidak lepas dari dua sayap besar NU dan Muhammadiyah yang bekerjakeras dalam
mengembangkan sebuah Islam yang ramah, dan menerima siapa saja, bahkan yang
tidak beriman sekalipun, selama pihak-pihak terkait saling menghormati adanya
perbedaan pandangan. Tetapi akhir-akhir ini mulai terlihat kembali seglintir
umat beragama yang mulai kehilangan daya nalar, kemudian menghakimi siapa saja
yang berbeda pemahaman atau tidak sefaham dengan aliran mereka. Sejarah
mencatatkan sudah jutaan darah tertumpah akibat adanya ketidak sepahaman ideologi. Dunia Islam pun tidak lepas dari
kasus-kasus tersebut. Bisa diambil contoh dari
banyaknya kasus kekerasan yang terjadi diakibatkan oleh perbedaan faham
dan penafsiran akan teks-teks suci. Jika hanya merasa paling benar tanpa
menghukum pihak lain, barangkali tidaklah terlalu berbahaya. Tetapi yang
terjadi dewasa ini oknum yang mengatasnamakan Tuhan, lalu menghukum dan bahkan
tidak segan untuk membinasakan keyakinan yang berbeda. Mereka percaya bahwa
dengan memaksakan pemahaman mereka tentang teks suci termasuk amar ma’ruf
nahi munkar.
Di Indonesia individu yang memiliki
paham demikian tergabung dalam beberapa ormas bahkan parpol, contohnya HTI dan
PKS. Menurut beberapa studi yang pernah dilakukan, Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI) dan PKS adalah interpretasi dari
Ikhwanul Muslimin, gerakan revolusioner Mesir yang didirikan Hasan al Banna. Terlihat
dari pola pengkaderan yang dilakukan dikalangan mahasiswa. Islam model garis
keras seperti ini mengincar para intelek muda yang berpikiran sempit dan memiliki keilmuan agama
yang rendah. Kelompok-kelompok ini menggiring kader-kadernya menuju ideologi
konservatif dan gemar mengkafir-kafirkan yang tidak sepaham dengan mereka.
Ada teori yang mengatakan bahwa
membesarnya gelombang fundamentalisme di Indonesia sebut saja HTI tidak lepas
dari bencana perang yang terjadi diberbagai negara muslim, didorong rasa kesetiakawanan
terhadap penderitaan yang menimpa saudar-saudaranya di Palestina, Kashmir,
Afganistan, dan Iraq. Sehingga memunculkan reaksi untuk membantu dengan cara
yang mereka percayai seperti membangun Khilafah Islamiyah dan menyingkirkan mereka yang tidak sepemikiran.
Perasaan solider sebenarnya dimiliki oleh seluruh umat Islam sedunia. Tetapi yang
membedakan adalah sikap yang ditunjukkan oleh golongan mayoritas (moderat) yang
sejauh mungkin menghindari kekerasan dan
tetap memilih mengibarkan panji-panji perdamaian, sekalipun betul penderitaan
umat di kawasan konflik tak tertahankan lagi.
Banyak artikel yang telah terbit
menuliskan beberapa tujuan HTI, selain menerapkan syari’at dalam hukum positif
di Indonesia mereka juga mempunyai misi terslubung yaitu mendirikan Khilafah
Islamiyah di negri ini. Bukankah sebuah ancaman besar bagi NKRI. Dengan adanya
syari’at sebagai hukum positif di Indonesia dampak yang akan timbul adalah
timbulnya perpecahan, karena bagaimanapun Indonesia bukan hanya milik umat
Islam. Toleransi akan keragaman yang sudah ditanamkan oleh leluhur kita sejak
berabad-abad yang termuat dalam Bhineka Tunggal Ika akan hilang begitu saja
dengan adanya gerakan semacam ini.
Keadaan semakin diperburuk dengan
banyaknya simpatisan HTI yang menduduki kursi parlemen. Secara tidak langsung
kader-kader fundamentalis akan menerapkan aturan-aturan yang mendukung mulusnya
tujuan mereka. Dimulai dari penetapan perda-perda syari’ah, yang mereka
bayangkan dengan penetapan perda-perda syari’ah ini, Tuhan akan meridhoi
Indonesia. Hal seperti ini tidak lepas dari miskinnya pengetahuan kelompok
fundamentalis tentang peta sosiologis Indonesia yang memang tidak
sederhana, sehingga mereka memilih jalan
pintas untuk tegaknya keadilan melelui perda-perda syari’ah. Lucunya kelompok
fundamentalis ini anti demokrasi, tetapi mereka memakai lembaga yang demokratis
untuk menyalurkan cita-cita politiknya. Terbaca adanya ketidakjujuran dalam berpolitik.
Secara teori demokrasi mereka haramkan,
tetapi dalam praktik digunakan demi tercapainya tujuan. Semoga pemerintah
dan masyarakat selalu waspada dengan gerakan-gerakan seperti ini. Karena
penyebaran mereka yang sistematis dan telah masuk dalam berbagai lini
pemerintahan akan sangat membahayakan kesatuan NKRI. (z-a)
0 komentar:
Posting Komentar