Asmaraloka Bumi Janaki
Setelah berkali-kali membaca dan menulis ulang, Bumi akhirnya
mengirim surat itu kepada mantan kekasihnya waktu SMA. Dia sekarang sudah
menikah dan memiliki dua anak kembar, Lawa dan Kusa. Mereka memiliki mata
bulat, hidung mancung seperti ibunya. Bumi sudah lama menulis surat itu.
Memilih dan memilah kata yang sekiranya tidak menyakiti hati Janaki mantan
kekasihnya. Mereka pernah dua tahun menjalin hubungan sebelum akhirnya kandas
dijalan.
***
Seperti hari-hari biasa Bumi lebih memilih pergi ke perpustakaan
waktu jam istirahat tiba. Disitulah pertamakali mereka dipertemukan. Diantara
rak-rak dan tumpukan buku yang berdebu. Hening, saat itu benar-benar hening.
Hanya ada dua remaja tanggung yang sedang asyik dengan buku masing-masing,
tidak ada penjaga waktu itu. Guru-guru dan para staf sedang ada rapat. Kejadian
itu berulang selama dua hari berturut-turut, hanya mereka berdua yang ada
disitu tanpa satu kecap kata pun. Dua minggu kemudian mereka jadian, entah apa
sebabnya, sepertinya novel-novel roman menghipnotis mereka agar menjalin sebuah
hubungan cinta.
Bumi kini setiap jam istirahat selalu datang ke perpustakaan. Tidak
hanya datang pinjam bukunya Leo Tolstoy yang menjadi novelis favoritnya, kini
perpustakaan juga sebagi tempat bertemu Janaki kekasih barunya. Khusus hari
Rabu dan Jumat mereka hanya bertukar surat. Mereka selalu bercumbu dengan
senyuman dan tatapan mata. Bumi belum
terlalu bernyali untuk mencium Janaki. Sepertinya Janaki juga begitu. Paling
mentok mereka bergandengan tangan sepulang
sekolah sebelum akhirnya terpisah oleh jalan rumah yang berbeda arah.
***
Keraguan begitu besar dihati Bumi, dia merasa mengambil keputusan
yang salah. Seperti ingin memotong tanganya ketika surat itu masuk kedalam
kotak surat. Tapi surat sudah masuk kedalam kotak berwarna senja yang selalu
terlihat menyedihkan. Sekarang ia harus pulang dan kembali merajut sepi,
kekecewaan, serta rasa bersalah yang tidak Janaki bawa bersama kepergianya.
Bumi benar-benar dipenjara oleh rasa itu. Baginya berpisah dengan Janaki baru
beberapa bulan lalu, ia selalu melihat mata bulat Janaki pada lentera kamar dan
senyum yang tampak menempel pada gorden yang ia buka saban pagi.
Satu bulan setelah terkirimnya surat, satu bulan pula ia resah
menunggu balasan dari Janaki. Kepalanya mencoba menerka balasan apa yang akan
didapatnya. Sudah satu purnama balasan tidak kunjung datang, tidak seperti dulu
balasan selalu datang minimal dua kali seminggu di depan perpustakaan, batinya.
Bumi tidak tahu lagi apa yang akan ia lakukan, ia hanya membongkar kenangan
tiap malam dan merangkainya saat pagi datang. Tanpa sengaja Bumi menemukan
surat-suratnya dulu untuk Janaki tersimpan rapi di dalam peti yang ia kubur
dibawah tempat tidurnya.
Tuhan
akan melangkah menujuku melalui kakimu
Tuhan
akan tersenyum padaku lewat bibirmu
apakah
Tuhan akan memelukku melalui tanganmu
apakah
Tuhan akan menatapku lewat matamu
kuharap
begitu, jika saat ini telingaku adalah pendengaranmu
dan
bibirku penggerak senyummu
Dibacanya
tanpa suara, Bumi mengingat kembali saat pertamakali ia menulis puisi untuk
Janaki. Tiba-tiba semua menjadi abu-abu, masa depan dan masa lalu seolah
membaur menjadi satu, bias tanpa bisa ia membedakanya. Rambut panjang Bumi
terurai menutupi wajahnya, ia hanya bisa mengingat waktu saat mereka duduk
diantara pepohonan. Bumi sering membacakan puisi untuk Janaki.
***
Rabu, 14 Januari. Bumi menunggu Janaki di perpustakaan untuk bertukar
surat seperti biasa tapi Janaki belum terlihat juga. Tumben, biasanya Janaki
yang menanti Bumi. Ia lalu mencari Janaki mulai dari kelas, kantin, dan halaman
belakang sekolah tetapi hasilnya nihil. Ia tidak menemukan Janaki dimanapun.
Bumi juga menanyai teman-teman Janaki, siapa tahu Janaki memang sedang tidak
berangkat. Kata Wita teman Janaki, akhir-akhir ini Janaki lebih sering pergi ke
kamar mandi saat jam pelajaran dan tidak kembali lagi. Aneh sekali.
Seminggu kemudian, terdengar kabar Janaki dikeluarkan dari sekolah
karena hamil. Menurut kabar Janaki dihamili teman ayahnya; seorang polisi
hutan. Bumi tidak tahu apa yang terjadi, ia tidak percaya akan hal tersebut,
kabar itu seakan memembuatnya seperti ditabrak celeng yang membuat seluruh
tulangnya patah. Hatinya hancur berkeping-keping, wanita yang sangat ia cintai
saat ini hamil. Bukan darinya tapi dari orang lain. Jangankan menghamili
mencium pun Bumi tak pernah, ia hanya mengagumi matanya yang indah dan
senyumnya yang selalu mewah. Kini ia sangat kecewa dan merasa dihianati
habis-habisan. Janaki benar-benar telah membuat kesetiaannya babak belur tak
berdaya.
Sejak kejadian itu Bumi tidak pernah lagi bertemu Janaki. Ia
terlalu sakit hati, hingga undangan pernikahan Janaki pun tidak ia buka
samasekali. Surat-surat dari Janaki juga tidak pernah ia balas walaupun hanya
ucapan rindu atau sekedar bertanya kabar. Kini rasa kecewa melebihi rasa
cintanya pada Janaki.
***
Bumi menyesali yang ia lakukan waktu itu. Seharusnya dulu ia datang
di pernikahan Janaki memberikan persembahan yang terakhir untuk gadis yang
telah ia pacari selama dua tahun. Kini
giliran Bumi yang menyesali, hidup hanya untuk menunggu surat balasan
dari mantan kekasihnya. Ia kini terpenjara rindu. Janaki masih berkeliaran di
otaknya seraya menghambur-hamburkan bunga yang daunya menjadi tetes air mata
yang mengalir dari lereng mata Bumi. Tanpa ia sadari cintanya kepada Janaki
ternyata selalu tumbuh dan makin membesar dalam bumi hatinya. Senja telah tiba
dan ia masih menunggu di depan rumah berharap ada tukang pos menghantarkan
surat dari Janaki.
Dua bulan setelah surat terkirim. Pagi-pagi buta dari jendela berbingkai
kayu Bumi melihat pak pos memasukkan surat kedalam kotak posnya yang berwarna
senja menyedihkan itu. Surat itu dari Janaki, ia meminta maaf karena tidak bisa
membalas surat yang Bumi kirim. Ia bercerita betapa rindunya dia pada Bumi, ia
juga selalu menitipkan salam rindunya pada burung-burung yang ia harap akan
berkicau menyanyikan kerinduan Janaki kepada Bumi. Teramat rindu katanya.
Diakhir suratnya ia bercerita kalau suaminya baru saja meninggal gara-gara
ditabrak celeng saat bertugas. Ia mati ditempat. Ia mati persis seperti matinya
Bumi waktu mendengar kabar kehamilan Janaki.
Bumi sudah bersiap-siap lagi menulis surat untuk Janaki. Surat
untuk yang kedua kalinya setelah mereka berpisah. Dan... sepertinya ia juga
akan bersiap melamar janda beranak kembar. Kini ia sadar, baginya perjalanan
cinta tidak mungkin selurus jalannya celeng.
Bumi
“Tuhan memang anti mainstream dalam menyusun takdir”.
*Tamat*
(Z-A) 12:45 PM
0 komentar:
Posting Komentar