Selasa, 06 Desember 2016

Bunga yang Tetap Cantik Meski Berlumur Lumpur [ Cerpen ]


       Siapakah yg patut dipersalahkan ketika akhirnya cinta datang menyapa. Tak cukupkah derita dan air mata atas sepotong harapan yang hempas di pelupuk mata. Benarlah apa yg dikatakan orang-orang. Selepas ditinggal pergi oleh sang suami,hidupnya menjadi semakin berantakan. Ia hancur tak karuan. Bahkan ada yg menyebutnya wanita jalanan. 
        Batinya menjerit sekarat kesakitan ketika asanya menerawang jauh beberapa tahun silam ketika ia membuang osa,pemuda yg tulus mencintainya hanya untuk bersama orang yg pandai bersilat manis yg akhirnya kini merenggut setiap selengkung senyum tipisnya.Osa memang tak pernah menjual cintanya dg bumbu buaian tapi ia menghidupinya. Itulah hal yg baru saja fera sadari. Ia menyesal. Hari-harinya yg sesak ia habiskan untuk membenci dirinya sendiri.    
       "Aku benci,!." ia melemparkan lagi sebuah batu ke danau yg ada di depan nya. Percikan air dari batu lemparanya itu membuat dress mungil yg memperlihatkan lekuk tubuhnya yang semampai itu basah.   Riasan wajah yg menunjukan parasnya yg molek ternyata tak mampu menutupi mata coklat tuanya yg begitu sendu.  
        "Apa yg kau benci?" Perempuan itu hanya menoleh lalu menyeka bulir air mata yg dari tadi tak sempat ia tahan.
         "Aku memang bodoh telah mencintainya. Tapi aku tak pernah merasa bodoh. Kau bahkan masih berada disini sama seperti dulu saat aku juga membuangmu disini. Kau juga tidak bodoh bukan? Apa Kau ingin tau seberapa banyak aku membenci diriku sendiri?" Pemuda itu hanya terdiam memandangi senja yang patah dengan warnanya yang memerah. 
Kau kira aku pergi?, aku bahkan belum menemukan tempatku pulang. Jadi aku masih saja bertualang. Batinnya.   
        "Berhentilah mengutuki keadaan yg sudah ada. Percayalah bahwa beban yang kini tengah kau tanggung ada karena izin-Nya."    
      "Maksudmu ini takdir?, kau ingin menyebut ini takdir?, Aku sendirilah yang menentukan pilihanku. Hingga aku jatuh tersungkur lalu hidupku hancur. Kau tidak lihat bagaimana orang-orang itu memandangku?, Mereka hanya menebarkan pesona kebencian dan cercaan. Mereka hanya sebelah memandang. menganggapku janda,bukan sebagai manusia, atau perempuan pada umumnya. Aku sendirilah yg mencitrakan diri sebagai perempuan sialan. Lalu apa aku bisa menyebut ini sebagai olah tangan Tuhan?". Tangisnya kembali pecah.Jatuh bercampur dengan air danau yg mengalir dan berujung pada entah. 
      "Biar ku perlihatkan sesuatu. Bisa Kau lihat teratai itu?, Ia hidup diatas air yg kotor bersama lumpur dan serangga yg menghinggapi tiap jengkal lekuk tubuhnya. Tapi ia tetap berbunga indah. Bahkan sekalipun ia tumbuh diatas bara api ia masih tetap disebut bunga bukan? Mereka yg angkuh hanya tak mampu melihat bahwa bunga teratai hidup jauh lebih kuat dan menawan bahkan ketika lingkungan mencoba untuk mencemarinya. Bukankah kecantikan terpancar dari sebuah ketegaranya yg mampu bertahan hidup dalam tempat yg kotor lagi yg katanya menjijikan itu? Jika kau melihat mereka memandangmu hanya sebelah,bukan mereka yg menyebelahkanmu. Tapi kau saja yang terlalu cepat menyerah dan rasamu yang terus saja mengalah”. 
      “Tegarlah,kau lebih kuat dari teratai itu. Aku tahu. Jika rasanya ingin menangis,Menangislah sebanyak apa yg kau mau. Selepas itu,aku akan melukis senyum disetiap pagi juga senjamu. Kau tau,rasaku masih saja sama bahkan setelah sekian tahun yg lalu,saat kau membuangku. Tapi sekarang,kau disisiku. Kita akan mengahiri semuanya untuk membangun surga2 kecil yg belum terwujud. Kau tidak akan membuangku untuk kedua kalinya kan?”.
      "Maaf,.." batin nya lirih.
      "Ayo. Senja sudah mulai meninggalkan langitnya yg memerah. Mari pulang sebelum langit      meneteskan air matanya. Esok,kita akan ceritakan ini lagi." Fera duduk menandangi setangkai bunga teratai merah yg sempat ia petik tadi. Ditanganya ada selembar kertas dengan pensil runcing yg siap menuliskan asa,juga rasanya.Aku,hanyalah sebuah rantai kering yg terbuang diantara tumpukan tawa. Semua yg kualami mungkin hanyalah sebuah keputusasaan ketika aku tak mampu memilah jalan terbaik untuk hidupku hingga aku berujung seperti ini. Pergilah dan berteduh. Lanjutkan tualangmu. Aku bukan rumah yg harus kau tinggali. Aku bahkan tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Kau ingin tinggal bersama orang yg bahkan tdk bisa memaafkan apalagi menerima dirinya sendiri?, lalu bagaimana ia akan menerima mu?. Jadi, Aku tak mau lebih parah lagi menyakitimu. Tetaplah hidup sebagai pria terindah. Jangan meredup walau lampu dikamarmu padam. Aku mengagumi mu. Menaksirmu jelas. Tapi,Kau tak perlu kembali pada orang yg telah membuangmu 

 Dikamar,00:20 
by: z-a

x

2 komentar:

  1. Tulisan novel ki orak koyo nulis sms . Disingkat . Bar koma spasi, bar titik spasi. Sg teliti

    BalasHapus